Revrisond Baswir: Kenaikan BBM Cuma Alasan untuk Ciptakan LiberalisasiSektor MigasSelasa, 27 Mei 08 16:17 WIB
Kenaikan harga BBM sebenarnya merupakan satu bagian kecil dari upaya liberalisasi sektor migas di negeri ini. Nantinya, Pertamina, perusahaanmiyak yang selama ini menjadi pengelola tunggal itu akan bersaing denganlebih dari 40 perusahaan migas asing yang sudah mengantongi izin untukmembuka 20.000 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di seluruhIndonesia, dengan harga standar internasional.Berikut ini perbincangan dengan Kepala Pusat Studi Ekonomi KerakyatanUniversitas Gadjah Mada Drs. Revrisond Baswir, M.B.A, yang ditemui dalam Seminar Peringatan Hari Lahir Pancasila, di Gedung DPR, Jakarta. Berikutpetikannya:
Kenaikan BBM ini kedepannya akan berdampak seperti apa?
Untuk mengetahui dampak kenaikan harga BBM, kita harus tahu persis latarbelakang dan motivasi. Kalau menurut pemerintah, latar belakangnya apakahuntuk mengoreksi yang tidak tepat sasaran, untuk menghemat konsumsi BBM,termasuk untuk menghindari penyelundupan dan sebagainya. Saya kira itualasan yang dicari-cari, bukan penjelasan namun justru mengaburkan darimotif sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah sejak pemerintahmenandatanganani LOI 1998 di mana kita tunduk pada IMF untuk melepas hargaBBM ke harga internasional. Ini sebenarnya bukan soal kenaikan, tapi soalproses bertahap melepas harga BBM ke harga pasar sesuai garis IMF, dan itusudah difollow up oleh pemerintah yang sejak 1999 sudah membuat draft UUMigas yang baru, tapi pada waktu itu bentrok dengan Pertamina.Lalu pada tahun 2000, Amerika masuk lewat USAID menyediakan utang untukmemulai proses liberalisasi sektor migas itu. Salah satu yang dikerjakanUSAID dalam rangka liberalisasi itu adalah menyiapkan draft UU yang baru,bekerjasama dengan IDB dan World Bank menyiapkan reformasi sektor energisecara keseluruhan. Dalam UU Migas jelas, pasal 28 ayat 2 UU migasmengatakan harga BBM dilepas ke mekanisme pasar, sudah jelas itu.Yang jadi masalah kemudian, segera setelah UU Migas keluar, pemerintahsegera membuka izin bagi perusahaan-perusahaan asing untuk masuk ke berbagaitahap dalam proses migas di tanah air, mulai dari hulu sampai ke hilir. Danbahkan mereka mengendalikan izin untuk perusahaan asing untuk membuka SPBU,sampai lebih dari 40 perusahaan yang sudah pegang izin untuk membuka SPBUitu. Masing-masing perusahaan diberi kesempatan membuka sekitar 20.000 SPBUdi seluruh Indonesia. Target mereka sebenarnya pada 2005 harga BBM sudahbisa dilepas ke pasar, hanya saja di tengah jalan UU migas dibawa keMahmakah Konstitusi (MK) oleh serikat pekerja pertamina, disidangkan di MK.Dan pasal 28 tentang pelepasan harga ke pasar itu dibatalkan MK, karenabertentangan dengan konstitusi. Itu sebenarnya yang menggganjal.Masalahnya mereka kan tidak mau menyerah, setelah dinyatakan UU itubertentangan dengan konstitusi, mereka jalan terus dengan istilah baru, dariistilah harga pasar menjadi "harga keekonomian", itu hanya untuk berkelitsaja. Karena harga pasar dilarang MK, maka ganti yang lain, tetapi maksudnyasama.Isu yang tepat dalam kasus ini adalah liberalisasi sektor migas danpelepasan harga BBM ke harga pasar. Jadi kalau kita lihat, setelah rencanaitu gagal tahun 2005, dan muncul istilah harga keekonomian. Maka kini targetpemerintah sesuai dengan apa yang diakatakan oleh Pak Budiono (MenkoPerekonomian, dulu), setelah naik pada 24 Mei kemarin, diperkirakan padaSeptember 2008 akan naik lagi secara bertahap, sampai ditargetkanselambat-lambatnya 2009 sudah sesuai dengan harga pasar minyak dunia. Samadengan patokan di New York, kalau dieceran mencapai Rp 12.000 per liter.Keuntungan apa yang akan diambil dari kebijakan melepas harga BBM ke pasar?Bukan itu isunya. Isunya hanya dengan melepas harga BBM ke pasar, hanyadengan cara itu SPBU-SPBU asing itu mau beroperasi di sini. Kalau hargabersubsidi bagaimana SPBU asing bisa beroperasi dan bersaing denganPertamina, ini masalahnya. Masalahnya soal menangkap peluang investasi. Adaperusahaan asing ingin membuka SPBU asing, berarti SPBU asing ini maumelakukan investasi, tetapi SPBU asing hanya bisa jualan BBM, kalau BBM-nyasesuai dengan harga pasar. Jadi masalah ini saja, soal pasar. Pengakhiranmonopoli Pertamina, pembukaan peluang bagi asing untuk berbisnis eceran BBM,dan seterusnya.
Seperti sekarang ini Petronas dan Shell sudah membuka SPBU-nya?
Makanya akibat kenaikan BBM tahun 2005, Shell buka, Petronas juga buka. Tapi apakah masuk akal kalau orang membuka SPBU itu hanya Jabotabek saja, gak mungkinkan, izin yang mereka peroleh, mereka boleh buka 20.000 SPBU diseluruh Indonesia, nah ada 40 perusahaan lebih yang punya izin. Bisadibayangkan, berapa banyak SPBU yang akan berdiri, dan bukan hanyaJabodetabek, tapi juga seluruh Indonesia.Pertamina sendirisudah memperkirakan hanya akan mampu menjual maksimal 50persen saja, 50 persennya akan diambil oleh SPBU-SPBU asing itu. Nah kalau2009 dilepas ke pasar, rencana terakhir pemerintah adalah bahwa sektorswasta bisa masuk ke bisnis eceran migas dilakukan secara penuh baru padatahun 2010. Jadi bukan masalah BBM naik, kemiskinan, BLT, bukan isu itu,tapi mereka menganggap ini hanya dampak saja. Lalu kemudian bagaimana dampakitu diperlunak. Tetap saja mereka akan jalan terus dengan agendanya,bagaimana membuat sektor migas hingga terpenuhi sesuai harga pasar.Saya kira isu lifting tidak relevan, karena ini isunya bukan naiknya berapapersen, bukan itu. Isunya adalah soal melepas harga itu, jadi pemerintahingin lepas tangan dari urusan harga BBM. Dia gak mau mengatur mau naik, maugak naik, dia mau lepaskan, jadi isu lifting menjadi tidak penting. Apalagikalau SPBU beroperasi di sini, gak penting lagi, sumber migasnya darimana,mau impor 100 persen, ya boleh. Itu dia, justru itu malah mengaburkanmasalah dari pokok masalah kita.
Masalah ini sekarang sudah mulai masuk ke ranah politik, ada wacanamengimpeach Presiden. Bagaimana ini?
Soal pemakzulan Presiden, kalau kita bicara UU migas, kemudian UUKelistrikan, kemudian UU APBN, yang terkait dengan subsidi dan lain-lain itukan atas persetujuan DPR, jadi proses liberalisasi ini juga berlangsung ataspersetujuan DPR. Kalau akan dimakzulkan bukan saja Presiden, tapi jugaDPR-nya juga dimakzulkan.Dan itu terbukti di MK, jadi yang melanggar konstitusi bukan hanyapemerintah, tapi juga DPR. Inilah yang menjadi problem sekarang, jadi secarapolitik masalah ini sangat kompleks, karena belum ada aturan, bagaimanaapabila pelanggaran konstitusi dilakukan Presiden dan DPR. Nah ini tidak adaUU-nya, saya sudah menanyakan hal ini kepada hakim agung, celakanyapelanggaran konstitusi ini tidak hanya sekali. UU Listrik batal demi hukum,karena melanggar konstitusi, UU Migas pasal mengenai harga pasar batalkarena melanggar konstitusi, UU Penanaman Modal pasal mengenai Hak GunaUsaha karena melanggar konstitusi, UU APBN tiga tahun berturut-turutmelanggar konstitusi, ini masalah kita.
Akar permasalah dari kebijakan melepas BBM ke harga pasar?
Masalahnya adalah apa yang disebut dengan Neokolonialisme danNeoliberalisme.
Kamis, 29 Mei 2008
Langganan:
Postingan (Atom)